MENYOAL HARGA BBM

MENYOAL HARGA BBM
Oleh: DR. Poempida Hidayatulloh
(Pengurus KADIN PUSAT/Penasehat BPP HIPMI)
Isu mengenai harga Bahan Bakar Minyak kembali mencuat berbarengan dengan anjloknya harga minyak dunia ke angka di bawah 70 Dollar Amerika per barrel. Isu tersebut dipacu dari desakan
pimpinan parlemen dan juga beberapa pengamat ekonomi dan energi. Tentunya dengan anjloknya harga minyak dunia tersebut, para pendesak tadi meminta pemerintah untuk segera menurunkan harga BBM bersubsidi.
Secara logika, pemerintah menaikan tarif BBM bersubsidi di kala harga minyak Dunia berada di kisaran 140 Dollar AS per Barrelnya. Jadi sudah terjadi penurunan sekita lima puluh persenan lebih. Dengan demikian, permintaan dari para pendesak tadi mempunyai suatu landasan yang riil.
Kebijakan pemerintah beberapa waktu silam untuk membebaskan tarif BBM non-subsidi sebetulnya telah menjadi landasan perhitungan perekonomian untuk industri dan penyediaan energi nasional. Tentunya kedua sektor tersebut dapat menikmati keringanan harga BBM nonsubsidi tadi dengan keadaan harga minyak terkini. Sehingga mobilitas ekonomi disektor tersebut dapat secara langsung terdorong oleh faktor eksternal ini.
Namun demikian, kedua sektor penting tersebut pun tengah mengalami tekanan dari imbas krisis
keuangan global yang tengah berlangsung. Berkurangnya likuiditas finansial di pasar telah menghambat laju pertumbuhan di kedua sektor yang sensitif tersebut. Jadi kesimpulannya kedua sektor ini akan mendapatkan penyeimbangan tekanan pertumbuhan, yang sebetulnya sejauh ini masih dalam posisi yang positif dan stabil.
Di lain pihak, sektor transportasi, terutama transportasi darat, yang masih mengandalkan harga BBM bersubsidi tidak mengalami hal yang menguntungkan seperti kedua sektor sebelumnya.
Hal ini dikarenakan sektor yang satu ini tetap harus menghadapi harga subsidi yang sudah dinaikan. Sehingga para pengguna jasa transportasi belum dapat menikmati secara langsung benefit dari turunnya harga minyak dunia. Kompleksitas dan sensitifitas sektor transportasi ini pun sebetulnya juga tidak hanya didasari oleh harga BBM non-subsidi saja. Banyak faktor yang menentukan tarif satuan dari angkutanangkutan
massal tersebut. Sehingga apabila harga BBM bersubdi diturunkan, belum tentu tarif tersebut dapat juga menyesuaikan secara otomatis. Sehingga pada akhirnya masyarakat pengguna transportasi massal belum tentu dapat menikmati subsidi tambahan ini.
Masyarakat kelas menengah yang memiliki kendaraan berbensin premium dan solar saja yang pada akhirnya akan menjadi penikmat kebijakan subsidi baru ini.
Sebetulnya, mudah saja bagi pemerintah untuk menurunkan harga BBM tersebut. Bahkan jika dilakukan, secara politis, popularitas pemerintahan SBY-JK akan naik daun. Apalagi ini memasuki tahap akhir dari pemerintahan dan pemilu semakin dekat. Tapi di lain pihak pun pemerintah belum yakin apakah tren turunnya harga minyak dunia ini menjadi permanen atau hanya temporer saja.
Jika hanya sesaat saja dan kemudian harga minyak dunia kembali meroket, pemerintahan SBYJK
akan dihadapkan kepada kebijakan yang mbalelo, yang justeru akan merugikan posisi politik pemerintah.
Solusi yang terbaik tentunya tetap mengalokasikan kelebihan anggaran subsidi yang disebabkan turunnya harga minyak untuk kepentingan masyarakat luas.
Penulis pribadi sangat mendukung jika kelebihan anggaran subsidi tidak direlokasi untuk dibakar menjadi penurunan harga BBM non-subsidi tadi. Sebab hanya masyarakat kelas menengah tadi saja yang akan menikmati kebijakan itu yang sebetulnya dalam taraf yang relatif immune dengan harga BBM non-subsidi seperti sekarang.
Seyogyanya, pemerintah segera mengalokasikan kelebihan anggaran subsidi ini dengan membuat saja program pro rakyat yang langsung dapat dinikmati, misalnya untuk pendidikan, kesehatan atau program peningkatan ekonomi rakyat. Beasiswa pendidikan tinggi bagi yang tidak mampu patut digalakan, mengingat mahalnya biaya masuk perguruan tinggi. Peningkatan pelayanan kesehatan gratis secara kualitas dan kuantitas dapat menjadi prioritas juga. Ekonomi kerakyatan untuk memperkuat basis pasar lokal pun perlu dibina, dengan penambahan dan percepatan proses pengucuran kredit-kredit mikro yang sudah dijanjikan.
Dengan demikian, tidak hanya pemerintah secara langsung memberikan program yang bermanfaat bagi masyarakat, namun juga dengan program tadi, pemerintah mempersiapkan diri lebih jauh dalam upaya penanggulangan dampak lebih lanjut krisis finansial dunia yang sedang
terjadi.
Kemudian untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat kelas menengah, mereka dapat diberikan restitusi pajak kendaraan berdasarkan persentase pemakaian jumlah BBM bersubsidi yang digunakan. Hal ini pun berfungsi untuk tetap menggulirkan pertumbuhan industri kendaraan bermotor nasional melalui penciptaan pasar yang stabil.
Tindakan yang lebih berani tentunya jika pemerintah segera memulai membeli emas dan mematok rupiah dengan emas yang tidak mengalami inflasi dan terpengaruh oleh gejolak
fluktuasi mata uang. Strategi untuk penguatan dan stabilisasi nilai tukar rupiah yang berada di kisaran 10.000 per Dollar AS ini harus segera diimplementasikan untuk mengantisipasi gejolak yang lebih fatal.
Dengan program-program seperti dijelaskan di atas, berarti pula pemerintah secara serius mempersiapkan diri dalam menghadapi ketidakpastian pertumbuhan ekonomi sebagai dampak dari ketidakpastian. perekonomian dunia.

Tinggalkan Balasan