Potensi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Potensi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Oleh Poempida Hidayatulloh

Pemerintahan SBY-Boediono tampaknya menginginkan peningkatan pertumbuhan ekonomi hingga lima tahun mendatang benar-benar terjadi. Besarnya semangat itu ditandai dengan pembahasan program pembangunan pada acara National Summit atau Rembuk Nasional pada akhir Oktober. Bahkan, ditargetkan pertumbuhan ekonomi mampu tembus pada angka tujuh persen. Kini, rakyat tinggal menunggu sejauhmana kebijakan ekonomi pemerintahan dalam meningkatkan kesejahteraan di berbagai bidang kehidupan.

Bagi rakyat awam, kesejahteraan bukan konsep abstrak, tetapi kondisi nyata yang langsung menyangkut kehidupan mereka sehari-hari. Pertama, keinginan agar biaya kebutuhan hidup tetap stabil, khususnya untuk kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan. Kedua, keinginan adanya penghasilan yang bisa diandalkan untuk menghidupi keluarganya secara layak, dengan harapan penghasilan itu meningkat dari waktu ke waktu. Lantas, bagaimana usaha dan konsep merealisasi keinginan mendasar rakyat dalam skala nasional?

Potensi pertumbuhan (growth potential) dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai “batas atas” pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam jangka panjang. Sebuah negara akan terjamin kemakmuran rakyatnya manakala pemenuhan batas atas pertumbuhan ekonomi ini dicapai. Hal-hal yang menentukan potensi pertumbuhan suatu negara adalah:

Pertama, reformasi birokrasi. Kondisi institusi-institusi pemerintahan kita memang perlahan mulai membaik dengan beragam peningkatan kinerja pada pemerintahan SBY lima tahun terakhir. Namun, lemahnya kinerja birokrasi masih menjadi faktor utama penghambat pertumbuhan ekonomi dan pembenahan sektoral bidang-bidang lain. Kedisiplinan, tanggung jawab, kejujuran, dan motivasi meraih prestasi menjadi faktor menentukan jalannya reformasi birokrasi.

Kedua, peningkatan sumber daya manusia (SDM). Peningkatan mutu SDM menyangkut dua segi pokok: pendidikan dan kesehatan. Kedua bidang ini harus merepresentasikan pembaruan mendasar. Strategi yang jelas untuk menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu dibakukan. Strategi teknologi adalah kunci kemajuan bangsa. Dengan demikian, strategi teknologi perlu disusun.

Ketiga, kemampuan teknologi. Indonesia masih membutuhkan pencanggihan teknologi dalam berbagai sektor. Basis ekonomi rakyat, seperti pertanian, perkebunan, dan pelbagai sektor penggarapan lahan saatnya diproses lebih efektif dan efisien melalui bantuan teknologi lebih maju.

Growth potential sebagai acuan skala makro jangka panjang akan dapat dicapai jika diimbangi dengan pelbagai upaya kongkret dalam program kebijakan. Urgensi stabilitas ekonomi menuntut agar pertumbuhan ekonomi terjadi segera dan dapat membuka lapangan kerja baru untuk mengentaskan penduduk miskin dalam jumlah yang berarti. Ini mengharuskan adanya langkah-langkah ekstra. Alternatif solusi program riil kebijakan yang dapat dilakukan antara lain:

Pertama, kebijakan pengembangan usaha kecil dan menengah (UKM) yang komprehensif dan realistis, tidak hanya terpaku pada masalah kekurangan dana. Pemberian insentif dari pemerintah sebagai suntikan untuk pengembangan kemajuan UKM bukan sekadar membutuhkan penambahan, melainkan juga fokus kepada target sasaran yang tepat sehingga pengelolaan dana tidak terbuang sia-sia. Selain itu, jaminan fasilitas (infrastruktur) untuk aktivitas mereka harus diprioritaskan pula.

Kedua, diupayakan pelaksanaan pelatihan berbasis peningkatan peluang tenaga kerja untuk mengisi lowongan kerja yang tersedia, sekaligus pembekalan kemampuan kreatif dalam mendirikan usaha-usaha baru. Tingkat kreativitas masyarakat, utamanya usia produktif kalangan muda, menjadi faktor penting penambahan tenaga kerja, yang berarti pula pengurangan pengangguran.

Ketiga, pembenahan mendasar terhadap pengelolaan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang dikirim ke luar negeri. Pelbagai aspek manajerial dan penataan pengelolaan TKI, terutama jaminan keamanan mereka, masih belum berjalan baik. Di satu sisi, pemberangkatan TKI ke luar negeri memunculkan sisi gelap penyalahgunaan institusi. Maraknya institusi perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI) tak diimbangi pengelolaan manajemen profesional. Akibatnya, penyaluran TKI di beberapa kawasan masih banyak melalui jalur “ilegal”. Saat bersamaan, TKI yang berada di negara lain banyak yang mendapatkan perlakuan tidak manusiawi.

Keempat, gerakan pengentasan kemiskinan dengan strategi yang jelas dan penyusunan serta pelaksanaannya melibatkan semua pemangku kepentingan penting, termasuk departemen, pemerintah daerah, dunia usaha, kelompok masyarakat, dan kaum miskin itu sendiri. Selain upaya pemberian bantuan langsung tunai, diupayakan penggalakan peningkatan kualitas UKM.

Baik growth potential maupun prioritas program tersebut menjadi bagian penting dari agenda peningkatan pertumbuhan ekonomi KIB II di bawah nakhoda SBY-Boediono. Peningkatan kesejahteraan memang mengalami perbaikan di berbagai sektor ekonomi. Namun, masih banyak “pekerjaan rumah” yang membutuhkan sentuhan tangan dingin kebijakan berbasis kesejahteraan rakyat. Apa pun formula yang kini dilakukan oleh tim ekonomi SBY, mesti dilihat sebagai ikhtiar menjawab kompleksitas persoalan kebangsaan. Kita tunggu!***

Penulis, Wakil Ketua Komite Tetap Kadin Indonesia

Tinggalkan Balasan