Transparansi dengan TI, Siapa takut?
Oleh Poempida Hidayatulloh
JAKARTA – Teknologi Informasi (TI) telah memberikan suatu paradigma baru bagi kemanusiaan dalam hal
mengangkat isu transparansi kepermukaan.Dengan semakin aman dan dapat diandalkan, teknologi ini telah
mempersempit celah bagi siapa pun untuk melakukan dual/double entry , yakni dua data yang persis sama
dimasukan dalam satu sistem database walaupun dipaksakan sistem yang didesain dengan baik akan menolak
terjadi hal tersebut.
Data TKI
Di dalam konteks pendataan banyak sekali masalah-masalah yang timbul yang diakibatkan oleh pendataan
ganda. Hal ini sangat menyulitkan bagi para pihak yang berkepentingan untuk melakukan pelacakan terhadap
seseorang atau pun suatu hal manakala informasi mengenai orang atau pun hal tersebut diperlukan yang
berkaitan dengan munculnya suatu masalah di berbagai kepentingan.
Contoh menarik yang dapat diambil adalah pertama dalam masalah pendataan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
yang dikirim ke mancanegara.Kedua,dalam hal pembuatan kartu tanda penduduk.Ketiga dalam pendataan
pemilihan umum.
Masalah pendataan ganda adalah masalah yang selalu hangat dalam masalah TKI. Di mana jual beli identitas
sering terjadi.Hal ini disebabkan masih rentannya sistem pencatatan data identitas para TKI yang dipakai.Selain
itu data masih bisa diduplikasi dan dipalsukan.
Menurut informasi yang didapat oleh penulis,sistem baru yang lebih baik dari sudut keamanannya sudah siap
dan sedang dalam proses uji coba sejak dari satu tahun lalu.
Hal ini sangat mengherankan karena sudah sedemikian lama sistem tersebut dalam masa uji coba tetapi tidak
kunjung juga diimplementasikan.
Program tersebut terhambat yang membuat pihak Depnakertrans menjadi belum yakin untuk menggunakan
sistem yang baru tersebut secara penuh. Padahal jika sistem baru tersebut digunakan,dapat dibayangkan
berapa banyak masalah TKI illegal dapat teratasi.
Audit
Selain melalui sistem pencatatan yang solid akan memberikan informasi yang akurat.Di mana jika seorang TKI
mendapatkan masalah di negara penempatan akan mudah mendapatkan respon dan perlindungan dari pihak
penyelenggara asuransi maupun pemerintah.
Dengan demikian beban tanggung jawab dan obligasi moral dari PJTKI- PJTKI dalam hal ini pun dapat
dikatakan semakin berkurang.Oleh karena itu,penulis sangat berharap agar PJTKI-PJTKI dapat memberikan
dukungan sepenuhnya kepada pihak Depnakertrans agar segera menggunakan sistem informasi yang baru tadi
sesegera mungkin. Kepercayaan diri dan keyakinan dari pihak Depnakertrans pun dalam hal ini pun sangat
diperlukan.
Satu hal lagi yang harus dipertimbangkan adalah masalah penyusutan investasi untuk teknologi ini yang relatif
sangat cepat sehingga memerlukan upgrade .Mengapa demikian?Hal ini banyak sekali dimanfaatkan oleh
penyedia teknologi untuk memaksakan penjualan teknologi yang terlalu tinggi walaupun pada umumnya
teknologi tersebut belum dibutuhkan atau terlalu berlebihan bagi para pengguna.
Penulis menilai hal tersebut banyak terjadi dalam pengadaan perangkat-perangkat TI di instansi-instansi
pemerintah.Oleh karena itu instansi-instansi tersebut perlu melakukan audit ataupun apraisal teknologi sebelum
melakukan pengadaan. n
Penulis adalah Wakil Ketua Komite Tetap Bidang Telematika KADIN Indonesia