Oleh Poempida Hidayatulloh
Rencana pemerintah untuk memberantas mafia peradilan dan statement Presiden agar politisi tidak boleh mengintervensi ranah hukum adalah hal yang sangat menarik. Namun komitmen pemerintah tersebut masih perlu ditunjukan dalam konteks implementasi yang riil dan bukan hanya sekedar suatu permainan pencitraan saja atau bahkan suatu agenda pengalihan isu. Sukses atau tidaknya rencana ini perlu didukung oleh strategi, koordinasi dan komitmen yang serius. Semua orang yang dalam kategori dekat dengan pemerintah, dalam hal ini pun bisa terkena imbasnya jika memiliki catatan hitam walaupun sesingkat apapun.
Sekedar menengarai dalam konteks mafia peradilan saja, betapa sangat rumit dan kompleksnya permasalahan tersebut. Mengapa demikian? Jika memang ada yang dinamakan suatu sindikat mafia, pasti telah terjadi suatu konglomerasi kejahatan yang sangat terorganisir secara rapi dan telah terjadi dalam kurun waktu yang panjang. Tentu di dalam sindikat ini telah terbentuk suatu struktur organisasi yang baku. Mulai dari gembongnya sampai ke operator lapangan. Sindikat ini tentunya suatu organisasi tanpa bentuk yang akan sangat sulit di identifikasi dalang dari permainan hitam ini. Karena si gembong mafia pasti telah menyiapkan banyak pion-pion yang rela “pasang badan” demi keselamatan si “dalang”. Bagi pion-pion yang setia tentu akan mendapatkan “reward” yang luar biasa. Bagi yang berkhianat, matilah hukumannya. Loyalitas para pion pun akan dijaga baik oleh sang gembong dengan memelihara mereka melalui basis kekuatan kapital yang sengat besar. Jika pada akhirnya yang tertangkap hanya pion-pion saja maka tidak akan berarti usaha pemberantasan mafia peradilan ini.
Menyimak lebih lanjut, suatu sindikat mafia bak layaknya suatu badan intel, pasti telah mempunyai agen-agen yang ditanam diberbagai instansi-instansi hukum. Mereka umumnya ditempatkan dalam posisi strategis yang senantiasa mendapat informasi penting yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan sindikat. Manakala ada suatu rencana atau gerakan yang kira-kira akan merugikan kepentingan sindikat, tentu mereka akan segera merespon dengan suatu manuver untuk menyelamatkan sindikat tersebut terutama keselamatan sang gembong.
Berperang melawan suatu konglomerasi kejahatan tidak dapat dilakukan secara terbuka. Apalagi dijadikan suatu ajang pencitraan yang senantiasa dibahas secara publik tahapan perkembangannya. Jika dilakukan demikian, hanya dapat disimpulkan dua hal saja, yaitu yang pertama adalah tujuan dari rencana pemberantasan mafia peradilan ini hanya “gimmick” belaka dan menjadi suatu ajang pencitraan atau upaya pengalihan isu dari pemerintah; atau yang kedua adalah pemerintah memang tidak mengerti atau tidak mempunyai suatu strategi yang benar dan serius dalam mengimplementasikan rencana ini.
Jika perang ini dilakukan secara terbuka, tentunya “advantage” ada di pihak sindikat mafia tersebut. Mereka dengan mudah dan cepat akan belajar dan mencari pola-pola permainan baru yang jauh dari apa yang telah direncanakan pemerintah. Permainan ini tentu meliputi upaya-upaya penyelamatan sindikat dan juga mempersiapkan cara baru untuk tetap berkiprah dalam melakukan distorsi peradilan.
Anggap saja perang ini sama seperti berburu hantu. Hantu itu tidak pernah terlihat. Kalau pun terlihat pasti ada maksudnya. Hantu bisa berada di mana saja. Untuk menangkap hantu kita harus bisa masuk ke dimensi mereka dan bermain dengan cara mereka. Selamat berburu hantu!