Oleh Poempida Hidayatulloh
Memang statement kawan saya, Budiman Sudjatmiko sbb:
“…dana dapil (aspirasi) itu tdk logis..anggota dewan tidak memiliki wewenang untuk mengalokasikan dana tersebut ke daerah apalagi dapil tertentu…peran dewan menyangkut alokasi dana untuk masyarakat sudah terwakili ketika melaksanakan reses…biarlah dana itu menjadi kewenangan masing-masing departemen…jika batasan-batasan itu dilanggar akan menimbulkan kerancuan dlm tatanan negara terutama menyangkut fungsi dan peran masing-masing lembaga (negara)..”(Budiman Sudjatmiko,Vivanews.com, 8/6/10)
merupakan suatu statement yang menarik dan relevan dalam kaitan isyu di atas.
Namun Golkar juga tidak kalah cerdasnya, Idea Bung Budiman sbb:
”MetroTV: Dana Aspirasi Ditolak, Golkar Ajukan Dana Desa Rp1 Miliar: http://bit.ly/dldjtw ”
telah didahului di inisiasi oleh Golkar. Ya inilah politik Sobatku, siapa cepat dan tepat pasti dapat.
Memang dalam urusan isyu Dana Aspirasi Masyarakat ini, Golkar tengah mengalami baku hantam dari sana dan sini. Apa yang dilakukan Golkar sebenarnya bukan sesuatu yang buruk, Malah suatu gagasan yang cerdas dalam merealisasikan motto “Suara Golkar, Suara Rakyat”.
Apa yang ingin dicapai oleh kawan-kawan saya dari Partai Golkar, sebenarnya hanya mengarah kepada maksimalisasi anggaran yang sangat dikuasai oleh elit pusat maupun daerah untuk dapat langsung tersalurkan ke masyarakat dengan menggunakan jalur yang dinamakan dana aspirasi ini. Dana aspirasi ini memang sudah ada sebelumnya dan masih berjalan sampai kini. Namun besarannya memang sangat jauh lebih kecil dari yang sekarang diwacanakan.
Mengenai mekanismenya untuk pencairan angka yang fantastis ini sendiri sebetulnya belum ditetapkan. Jadi tidak benar jika ini ditujukan untuk perampokan, korupsi atau penyelewengan. Jika mekanisme dan pengawasan dilakukan dengan baik sebenarnya praktek-praktek yang tidak baik tadi dapat dihindari.
Namun memang saya perlu beri catatan dalam hal ini:
1. Sumber Dana Aspirasi ini sebetulnya dari mana sih? Kita semua tahu bahwa APBN 2010 ini saja akan defisit dan akan ditutup melalui mekanisme SUN (Surat Utang Negara). Apakah teman-teman wakil rakyat kita ini ikhlas mengkonsumsi hutang sekalipun untuk kepentingan rakyat, yang kemudian menjadi beban anak dan cucu kita semua? Saya pikir Rakyat masih mempunyai nurani untuk berpikir tentang kepentingan masa depan Bangsa ini.
2. Saya sangat setuju dengan Bung Budiman, seperti disampaikan di atas bahwa wewenang DPR-RI adalah melakukan fungsi anggaran dan fungsi pengawasan, bukan sebagai pengguna dan pengelola anggaran. Jika ada Undang-Undang yang membolehkan demikian ini sudah bertentangan dengan UUD’45 dan amendemennya.
3. Kewenangan wakil rakyat ini jika memang didapat perlu pengawasan khusus. Saya hanya bertanya siapa yang dapat mengawasi sepak terjang 560 anggota DPR-RI dan sekian banyak anggota DPR Daerah lainnya? Diperlukan suatu badan besar untuk melakukan hal tersebut. Wal hasil diperlukan lagi anggaran tambahan untuk aktifitas birokrasi pengawasannya. Menjadi tidak relevan dan efektif jika tujuannya memaksimalisasi anggaran untuk rakyat.
4. Jika memang para wakil rakyat ini peduli tentang penyaluran dana ke daerah, tentu akan dengan mudah jika mereka bekerja sama saja dengan para kepala daerah. Saya rasa secara natural dan politis pun Kepala Daerah menginginkan anggaran yang memadai untuk membangun daerahnya. Tugas wakil rakyat ini memastikan hal ini terjadi dan mengawasi bahwa tidak ada penyalahgunaan anggaran untuk keperluan lain selain kepentingan Rakyat.
Saya pikir jika keempat poin diatas dapat dipahami oleh semua wakil rakyat kita, kita tidak perlu menyaksikan perdebatan mengenai dana aspirasi yang memang sedang kehabisan respirasi. Ini mengingatkan saya pada lagu “separuh nafas”. Selamat beraspirasi!
ini baru pida yang saya kenal….
ini baru pida yang saya kenal dari cicurug….100% agree!!!
Bos, bisa saja dana aspirasi itu hanyaa sebagai kata kiasan belaka. tetap dana akan diambil dari APBN atau ABBD dari calon yang mempunyai akses kesana.Bisa saja perdebatan masalah dana aspirasi hanya sebagai wacana yang menjadi polemik semu.Solusinya tidak pernah terealisasi secara kongkrit.Dalam teori, iya anggota DPR tidak bisa mempunyai wewenang, namun kita tahu anggota DPR adalah orang-orang yang bersifat fleksibel.Sehingga setiap kasus dapat di negosiasikan secara saling menguntungkan.