Ayo Siapa Berebut Anggaran?

Oleh Poempida Hidayatulloh

Belakangan ini kita diberikan tontonan yang menarik mengenai masalah alokasi anggaran dan peran para anggota dewan, wakil rakyat yang terhormat, dalam mengimplementasikan hak budget nya. Mulai dari polemik dana aspirasi Rp. 15 Milyar dan sekarang Dana Pedesaan Rp.1 Milyar.

Saya masih belum habis pikir mengapa perjuangan alokasi anggaran menjadi sedemikian penting dalam politik anggaran di DPR? Pro dan Kontra nya semakin menajam apabila dinilai permintaan tersebut tidak relevan dan sarat kepentingan, walaupun secara esensi isyunya cukup populis. Dan lucunya jika isyunya mendapatkan persepsi positif, masing-masing partai akan saling klaim tentang kontribusi dan andil mereka dalam menggolkan anggaran tersebut.

Sampai disinikah peta politik anggaran kita? Lupakah para anggota dewan yang terhormat ini bahwa sumber dana dari anggaran kita ini “sebagian” masih bersumber dari surat utang negara? Lupakah juga mereka bahwa mereka mempunyai hak pengawasan terhadap anggaran, yang secara politis sebenarnya jauh lebih penting dari hak budget tadi?

Mengapa hak pengawasan anggaran sebenarnya lebih penting? Sampai saat ini saya tidak melihat adanya mekanisme pengawasan yang mumpuni. Dalam konteks pertanggungan jawaban penggunaan anggaran kepada rakyat, seyogyanya sebagai wakil rakyat para dewan lebih fokus dalam merancang dan mengimplementasi hal ini. Pemakaian anggaran tidak hanya harus diawasi dari kebocoran saja. Namun juga impact dan benefit yang dirasakan oleh rakyat dalam penggunaan anggaran tersebut harus benar-benar terukur. Penggunaan anggaran sudah seharusnya tidak hanya berdasarkan proyek-proyek untuk menghabiskan anggaran semata.

Banyak pihak yang belum sadar betapa “powerful” nya hak pengawasan anggaran ini bagi dewan. Jika pemerintah terbukti salah dan tidak tepat dalam memanfaatkan dan menggunakan anggaran, secara ekstrim memang dapat terjadi proses pemakzulan. Secara politis ini jauh lebih strategis.

Namun, mengapa tidak banyak partai lebih fokus bermain di ranah ini? Ya, nampaknya budaya transaksional masih menjadi “drive” dan warna dari politik nasional kita. Persepsi siapa yang bisa memberi lebih akan mendapatkan dukungan lebih besar masih sangat melekat di benak para elit politik kita. Mereka kadang lupa banyak nilai-nilai seperti integritas, konsistensi, tanggung jawab dan moralitas yang mesti dijunjung tinggi dalam berpolitik.

Ayo awasi penggunaan anggaran!

Tinggalkan Balasan