RPP Tembakau Tidak Pro Rakyat dan Sarat Akan Ketidakadilan

Terkait akan disahkannya RPP Tembakau pd Juli nanti oleh Pemerintah RI. Beberapa poin yg perlu diperhatikan antara lain:

1) Selama ini kelompok petani tembakau, buruh, industri kretek tidak pernah dilibatkan dalam pembahasannya.

2) Semestinya produk regulasi hukum semangatnya adalah mencari titik temu antar berbagai kepentingan golongan masyarakat. Produknya harus memperhatikan berbagai dimensi dan sudut pandang, baik industri, petani, tenaga kerja, serta dimensi lingkungan dan kesehatan. Produk hukum sebagai produk kebijakan publik harus meramu nilai keadilan (filosofis), kemanfaatan (sosiologis) dan bukan hanya semata menonjolkan aspek hukum (normatif) semata.

3) Siapapun tidak bisa memberi garansi setelah Indonesia bebas asap rokok karena para petani tembakau telah berhenti menanam dan industri hasil tembakau telah ditutup, rakyat dan pejabat di Indonesia bisa lebih sehat sentosa, terutama bebas dari ancaman penyakit spt tercantum dlm label warning pd bungkus kretek.

Fakta menunjukkan bahwa industri rokok telah menjadi tumpuan jutaan tenaga kerja dan kegaiatan ekonomi. Ini merupakan salah satu solusi problem beban angkatan kerja, meningkatkan taraf hidup petani, menambah pemasukan negara. Tahun 2011, kontribusi industri kretek ke negara dari cukai rokok tercatat sebesar 77 Triliun rupiah, ini belum termasuk pajak yg diberikan kepada negara dari Industri tersebut.

Menakertrans RI, Muhaimin Iskandar sudah meminta RPP Tembakau untuk ditunda, karena harus ada jaminan perlindungan bagi petani, buruh, pedagang dan industri tembakau terlebih dulu.

Di lain pihak Kementrian lain mendorong RPP ini agar segera disyahkan. Apa yang sedang terjadi dengan Pemerintahan KIB2 ini?

Ada 30 juta orang yang bergantung hdpnya dari industri kretek. Kesejahteraan para buruh dan petani kretek harus terselamatkan.

Di mana konsistensi Pemerintah dalam mewujudkan agenda Pembangunan Nasional yang mempunyai semangat “Pro Poor, Pro Job, Pro Growth” ?

Dengan melihat fakta-fakta yang ada demikian, maka pemerintah seyogyanya ketika hendak mengeluarkan kebijakan harus mempertimbangkan nilai-nilai keadilan yang universal dan seimbang. Artinya adil tanpa ada tendensi diskriminatif. Karena pada hakekatnya merokok itu bukan suatu tindakan kriminal.

Tinggalkan Balasan