RPP Tembakau, atau tepatnya “RPP Pengamanan Zat Adiktif Produk Tembakau” akan segera disahkan oleh Pemerintah.
Kemarin pada saat Raker dengan Menkes di Komisi IX, saya sudah mengingatkan Ibu Menkes, Nafsiah Mboi, agar juga mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi dari RPP tersebut.
Saya berusaha mengingatkan, bahwa Kretek itu tidak dapat disamakan dengan rokok-rokok di dunia Internasional, dan jangan sampai agenda asing berperan dalam hal pembuatan kebijakan mengenai kretek ini.
Sekedar berbagi pengalaman saja beberapa teman pengusaha restoran dan cafe saja yang kemudian gedungnya melarang merokok, terpaksa tutup karena kemudian tempat-tempat usaha tersebut jadi sepi pengunjung.
Fenomena yang sama pun terjadi di Setiabudi One, pelarangan merokok hanya “survive” beberapa saat saja, kini pengunjung pun bebas kembali merokok. Hal ini dikarenakan pertimbangan komersial.
Dalam keadaan perekonomian yang sedang berkembang ini, basis periklanan dari perusahaan rokok domestik masih mewarnai industri periklanan. Apa yang terjadi jika iklan rokok dibatasi? Tidak hanya industri periklanan yang akan terkena dampaknya. Namun juga bisnis media yang juga bergantung kepada periklanan akan terkena dampaknya.
Sejauh mana dampak ini kemudian akan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia, adalah tugas pemerintah untuk melakukan studi yang komprehensif dalam hal tersebut. Suatu kebijakan yang dibuat dengan tidak mempertimbangkan keterkaitan akan berbagai elemen secara menyeluruh menciptakan suatu “system archetype” yang saya sering sebut sebagai “tragedy of the commons”.
Yang anehnya lagi RPP tersebut, terlepas daripada isinya berjudul dengan menggunakan nama “Pengamanan”. Bukankah pengamanan adalah tugas dari TNI dan POLRI? Ada agenda apa Kemenkes ingin “mengamankan” produk tembakau? Apakah para wanita yang menggunakan tembakau secara tradisional dengan sirih untuk memelihara giginya juga akan “diamankan”?
Propaganda bahaya rokok sudah cukup populer, semua orang tahu dampak dari merokok. Apakah perlu diregulasi lebih lanjut? Yang jelas isyu ini telah banyak dipermuluk seperti dengan ulasan di link berikut:
Kenapa Asap Rokok Lebih Bahaya dari Asap Kendaraan? – http://m.detik.com/read/2011/05/27/170333/1648786/763/kenapa-asap-rokok-lebih-bahaya-dari-asap-kendaraan
Silakan saja para dokter yang merasa pintar itu menghisap asap kendaraan bermotor yg mengandung racun yang dapat membunuh seketika itu. Jangan masyarakat diberikan persepsi yang salah.
Secara filosofis, setiap kebebasan individu akan dibatasi oleh kebebasan individu lainnya secara alami. Dengan demikian kebebasan para perokok akan dibatasi oleh kebebasan mereka yang tidak merokok.
Saya sebagai anggota Komisi IX DPR RI, yang mengawasi sektor Kesehatan dan Tenaga Kerja, harus dapat memberikan pertimbangan yang seimbang dalam kedua sektor tersebut. Jangan sampai di kemudian hari pemerintah akan mendapatkan masalah ketenagakerjaan yang memicu keresahan di Masyarakat karena suatu kebijakan di sektor kesehatan yang tidak seimbang.