Walau pun sedang masa Reses Parlemen, dan baru saja selesai Kunjungan Kerja ke daerah, saya merasa sangat miris membaca pemberitaan sebagai berikut ini:
“Wamen ESDM Salahkan Pengusaha Dan Tuding PHK Massal Bentuk Provokasi Atas Nama Kemanusiaan”
Semakin sedih rasanya melihat ketidak-sensitifan pemerintah dalam konteks mendengarkan suara dan aspirasi rakyat.
Minggu lalu Presiden SBY sendiri yang mengingatkan secara publik bahwa Krisis Global masih belum berakhir.
Ini berarti situasi Negara pun masih dalam keadaan yang “Extraordinary” yang memerlukan perhatian khusus dari para pembuat kebijakan, yaitu pemerintah sendiri dalam hal ini.
Dalam situasi seperti ini, pemerintah harus lebih peka dalam mengantisipasi berbagai macam isyu yang berpotensi untuk menjadi gejolak sosial dan keresahan di masyarakat.
Respon seperti dalam pemberitaan di atas menunjukkan ketidakmampuan pemerintah membaca dan menyalurkan aspirasi rakyat. Terlebih lagi tidak memperhatikan atau pun konsisiten dengan pernyataan Presiden RI yang secara gamblang untuk memperhatikan nasib buruh dan pekerja secara nyata.
Jika sikap-sikap pemerintah seperti di atas tetap demikian adanya dan tidak berubah, akan terjadi suatu preseden yang buruk dalam konteks kepercayaan Masyarakat pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2.
Memang suatu kebijakan yang salah itu tidak dapat dipidanakan, namun demikian, kebijakan yang menyebabkan kesengsaraan bagi masyarakat banyak akan berdampak pada suatu pengadilan rakyat yang tak terkendali.
Mudah-mudahan saja pemerintah membaca tulisan saya ini dan akan tetap komit pada semangat pembangunan nasional yang Berpihak Pada Fakir Miskin, Mengejar Pertumbuhan Ekonomi, dan menciptakan Lapangan Kerja.