REKOMENDASI PANITIA KERJA KONSORSIUM ASURANSI TKI KOMISI IX DPR RI

REKOMENDASI PANITIA KERJA KONSORSIUM ASURANSI
KOMISI IX DPR RI
—————————————–

PENDAHULUAN
Pasal 20A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, DPR RI, sebagai lembaga perwakilan, mempunyai fungsi di bidang legislasi, anggaran dan bidang pengawasan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, DPR RI senantiasa melakukan kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah dan masalah aktual yang menjadi perhatian dan berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat sesuai bidang Komisi IX DPR RI menangani bidang tenaga kerja dan transmigrasi, kependudukan dan kesehatan.
Dalam rangka fungsi pengawasan, Panja Konsorsium Asuransi Komisi IX DPR RI melakukan pengawasan terhadap kebijakan ketenagakerjaan terkait jaminan asuransi yang diselenggarakan oleh Konsorsium Asuransi. Pembentukan Panja Konsorsium menjadi agenda penting Komisi IX DPR RI berdasarkan hasil Rapat Kerja dengan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI tanggal 8 September 2011, kemudian dilanjutkan dengan Rapat Komisi IX yang dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2012 dan 23 Mei 2012.
Guna mendapatkan data dan pendalaman permasalahan asuransi TKI tersebut, Panja Konsorsium Asuransi Komisi IX DPR RI telah melaksanakan: (a) Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tanggal 6 dan 13 Juni 2012 dengan PT. Paladin International dan PT. Asuransi Central Asia Raya, (b) Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Binapenta Kemenakertrans RI, Dirjen Protokol dan Konsuler Kemenlu RI, dan Kepala BNP3TKI tanggal 19 Juni 2012, (c) Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan PT. Avida Avia Duta, Asosiasi Pemeriksa Kesehatan TKI Timur Tengah, Selamat Medical Center, Klinik Rosela Indah, Migrant Care, tanggal 2 Juli 2012, serta (d) Rapat Dengar Pendapat (RDP) Kepala Biro Perasuransian Bappepam – LK Kemenkeu RI, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia dan Ketua Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia tanggal 10 September 2012. Selain melakukan RDP dan RDPU. Panja Konsorsium Asuransi Komisi IX DPR RI juga telah melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Kalimantan Timur pada tanggal 5 – 7 Juli 2012.
II.HASIL – HASIL PANJA KONSORSIUM ASURANSI KOMISI IX DPR-RI
Evaluasi penyelenggaraan asuransi TKI oleh Konsorsium Asuransi terhadap pemenuhan hak tenaga kerja Indonesia telah mendorong Komisi IX DPR RI dalam masa sidang IV Masa Persidangan 2011-2012 memutuskan untuk membentuk Panitia Kerja (Panja) Konsorsium Asuransi yang akan melakukan beberapa langkah konkrit dan kajian spesifik yang hasilnya akan menjadi rekomendasi Komisi IX DPR RI kepada mitra kerja, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI dan pihak terkait untuk melakukan penataan kembali terhadap sistem perlindungan asuransi TKI dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan manfaat optimal bagi TKI.
Fakta dilapangan, Klaim Asuransi yang merupakan hak TKI tidak selalu dengan mudah diterima. Pada kenyataannya, Konsorsium Asuransi dengan berbagai alasan tidak menjalankan kewajiban membayar klaim asuransi tersebut. Alasan yang sering digunakan antara lain tidak adanya ketentuan didalam peraturan perundang-undangangan dan dalam Polis Asuransi yang disepakati, sehingga, pada waktu yang lalu, konsorsium asuransi dengan alasan tersebut hanya membayarkan klaim asuransi sesuai kehendak sepihak konsorsium saja. Pelanggaran yang sangat jelas ini dilakukan dan dibiarkan oleh negara dengan membiarkan Konsorsium Asuransi yang tidak membayarkan klaim asuransi seperti ketentuan yang berlaku. Padahal pemerintah telah melakukan pungutan premi asuransi kepada setiap TKI sebesar Rp. 400.000 yang disetorkan kepada perusahaan Konsorsium Asuransi TKI melalui PPTKIS.
Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), penolakan terhadap TKI yang mengajukan klaim terus meningkat sejak 2010-2011. Perlu diketahui bahwa jumlah TKI yang bermasalah berdasarkan kedatangan selama 2010-2011 mencapai 113.910 orang. Pada 2010, dari pengajuan sebanyak 1020 klaim, 875 ditolak, atau hampir 90 persen. Sedangkan pada 2011, dari 14.854 klaim yang diajukan, sebanyak 6.156 ditolak atau 45 persennya., sedangkan total yang mengajukan klaim hanya 15.874 orang atau hanya 13,9 persen saja.
Laporan BNP2TKI, pada Periode Oktober 2010 – Pebruari 2012, jumlah peserta asuransi TKI yang meliputi pra penempatan, masa dan pasca penempatan serta perpanjangan 1 tahun dan 2 tahun, mencapai 1.028.243 peserta dengan nilai premi sebesar Rp. 254.645.490.000. Dari sejumlah data peserta tersebut, TKI yang mengajukan klaim 18.895 peserta. Dari klaim yang diajukan, sebanyak 9.701 peserta atau 51,34% telah diselesaikan, sisanya sebesar 47,44% ditolak dan 1,22% masih pending.
Pada periode yang sama, Konsorsium Asuransi menyampaikan laporan klaim jumlah asuransi yang masuk 18.944 peserta. Jumlah klaim yang dibayarkan 13.245 peserta sedangkan 5.699 klaim di tolak. Hingga Juni 2012, jumlah klaim yang masuk 24.539 kasus, ditolak, 11.210 kasus dan masih dalam proses 160 kasus.
Berbeda dengan laporan Direktur Jenderal Binapenta, pada periode 2010 – 2012, jumlah kasus klaim yang masuk 24.539 peserta. Jumlah klaim yang dibayarkan 13.169 klaim, jumlah yang masih dalam proses 160 klaim dan jumlah kasus yang di tolak 11.210 klaim.
Terdapat perbedaan data peserta asuransi antara Konsorsium Asuransi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI dan BNP2TKI. Perbedaan tersebut, terlihat dari jumah klaim yang seharusnya dibayarkan oleh Konsorsium Asuransi TKI dan jumlah TKI yang seharusnya menerima asuransi.
Klaim asuransi yang ditolak menurut laporan Direktur Jenderal Binapenta, berdasarkan medical check up (unfit) 293 kasus, disebabkan karena tidak memiliki keahlian (Unskill) BLK mencapai 1.492 kasus sedangkan disebabkan karena tidak memiliki dokumen 309 kasus.
Menurut laporan konsorsium asuransi, klaim-klaim yang ditolak, umumnya terjadi karena setelah dianalisa klaim-klaim tersebut bertentangan atau tidak memenuhi ketentuan UU nomor 39 tahun 2004 maupun Permen No. 07/MEN/IX/2010 yang telah diubah menjadi Permen No.1 Tahun 2012 tentang Asuransi. Dari sebab masalah diketahui bahwa umumnya karena (i) kendala psikologis/mental, (ii) penyakit bawaan, (iii) pulang karena keinginan sendiri dan (iv) kendala skill/keahlian.
Penetapan Konsorsium Asuransi sebagai penyelenggara asuransi TKI, melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor KEP. 209/MEN/IX/2010 tanggal 6 September 2010 yang menetapkan 10 (sepuluh) Konsorsium Asuransi “Proteksi TKI” yang diketuai oleh PT. Asuransi Central Asia Raya dengan 9 (sembilan) Perusahaan asuransi sebagai penyelenggara asuransi Tenaga Kerja Indonesia. Penetapan tersebut berlaku selama 4 (empat) tahun sejak tanggal ditetapkan.
Dalam Keputusan Menteri tersebut, juga ditetapkan dalam hal konsorsium asuransi tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara program asuransi TKI, maka Menteri dapat menjatuhkan sanksi berupa sanksi administrasi yaitu peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan penyelenggaraan asuransi TKI (skorsing), atau pencabutan penunjukan sebagai penyelenggara program asuransi TKI, sesuai dengan Permen nomor 07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia dan peraturan pelaksanaannya.
Pada dasarnya penilaian terhadap klaim asuransi TKI, tidak dapat dikategorikan sesuai atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut perlu didukung dengan data-data yang akurat, sesuai dengan kaidah hukum itu sendiri, sehingga tidak jarang melibatkan penilaian yang bersifat subjektif dalam pengambilan keputusan.
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi Konsorsium Asuransi, timbul kesan, seolah-olah pada saat menghimpun iuran asuransi dari TKI, sifatnya wajib atas dasar perintah undang-undang, tetapi pada saat klaim diajukan, pemenuhannya tidak serta merta langsung dipenuhi. Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor: PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, dalam pemenuhan klaim tersebut, perlu dilakukan klarifikasi sebab terjadinya klaim. Jika disebabkan karena medikal, atau keahlian atau psikologis dan atau keinginan sendiri, maka ditolak.

III.KUNJUNGAN KERJA PANJA KONSORSIUM ASURANSI KOMISI IX DPR-RI
Berdasarkan masalah-masalah yang ditemukan terhadap pelaksanaan asuransi TKI yang hingga saat ini belum dapat terselesaikan, maka Panja Konsosrsium Asuransi Komisi IX DPR-RI telah melakukan Kunjungan Kerja ke Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Jawa Timur pada tanggal 5 – 7 Juli 2012. Kunjungan Kerja tersebut merupakan langkah konkrit untuk mendapatkan data riil terkait pelaksanaan dan penerapan serta evaluasi atas penyelenggaraan asuransi TKI oleh Konsorsium Asuransi terhadap pemenuhan hak TKI. Hasil kunjungan kerja tersebut akan menjadi rekomendasi Komisi IX DPR RI kepada mitra kerja, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, BNP2TKI dan pihak terkait untuk melakukan penataan kembali terhadap sistem perlindungan asuransi TKI dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan memberikan manfaat optimal bagi TKI.
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Hasil Pertemuan dengan Pihak Terkait
Pertemuan dengan Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan TKI (BP3TKI) kabupaten Nunukan yang menyampaikan hal-hal sebagai berikut:
Kondisi Umum Kabupaten Nunukan :
Nunukan merupakan wilayah transit TKI yang akan bekerja, karena berbatasan langsung dengan Malaysia. Oleh karena itu sangat rentan terhadap perdagangan orang, penempatan TKI ilegal, serta penyelundupan barang. TKI yang ditempatkan ke Malaysia melalui Nunukan sebagian besar berasal dari luar Kalimantan Timur, yaitu Sulawesi Selatan, dan Jawa Timur. Selain itu juga ada TKI yang datang dari Malaysia karena alasan habis kontrak dan TKI yang di deportasi karena tidak dilengkapi dengan dokumen resmi.
Sebagai daerah perbatasan, perlu ada kebijakan khusus yang berfungsi sebagai payung hukum bagi aparat agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik. Contonya: dulu pemda nunukan pernah mengeluarkan KTP sementara bagi TKI, hal itu dianggap melanggar dan dipersalahkan sehingga KTP sementara dihentikan.
TKI Nunukan yang di deportasi dari Malaysia :
TKI asal Nunukan yang di deportasi dari Malaysia tidak ada yang bermasalah dengan kasus asuransi, namun bermasalah dengan dokumen. Banyak TKI yang bekerja tanpa menggunakan dokumen yang lengkap selama bekerja di Malaysia, masa kerja yang sudah habis (overstayer), melanggar dokumen ke imigrasian dan sebagian besar bekerja secara perorangan serta tidak memiliki visa. Mereka di deportasi melalui Pelabuhan Tunon Taka Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Timur. Sebagian besar TKI bermasalah tersebut berasal dari luar Nunukan.
Berdasarkan data BP3TKI Kabupaten Nunukan, jumlah TKI yang di deportasi tiap bulan mencapai 380 TKI total TKI yang di deportasi dari Januari-Juni 2012 mencapai 1.465 orang.
Di nunukan juga banyak terdapat TKI yang pulang karena program 6P (Pendaftaran, Pemutihan, Pengampunan, Pemantauan, Penguatkuasaan dan Pengusiran) yaitu program pengampunan bagi tenaga kerja asing yang berkerja di Malaysia tanpa dokumen.
Dahulu, dokumen kependudukan sementara dapat diberikan oleh Pemda Kabupaten Nunukan terhadap setiap orang yang melakukan perjalanan pulang-pergi ke Malaysia, dengan catatan:
Orang tersebut diberikan SPLP (Surat Perjalanan Laksana Paspor)
Dibekali surat keterangan dari majikan kepada yang bersangkutan bahwa orang tersebut benar-benar dibutuhkan oleh majikan.
Oleh sebab itu dimungkinkan untuk TKI dengan mudahnya berangkat ke Malaysia.
TKI Nunukan yang telah selesai mengurus paspor, dapat berangkat ke Malaysia dengan hanya menggunakan leading permit. Setelah itu TKI akan di tampung dalam sarana kesehatan di Malaysia untuk diperiksa ulang kesehatannya. Ketika TKI dinyatakan fit, maka visa kerja sementara dapat digunakan untuk dapat bekerja di Malaysia. Leading permit tersebut berlaku selama 1 (satu) tahun.
Tiap bulan dilakukan pendataan di pelabuhan oleh BP3TKI, Dinsosnakertrans dan Dinkes Nunukan. Jika ada TKI yang bermasalah, maka TKI langsung di bawa ke BP3TKI untuk diselesaikan masalah.
Asuransi TKI
Program asuransi TKI sudah mulai dilaksanakan sejak tahun 2004, namun belum bisa sepenuhnya mengikuti aturan yang telah ditetapkan karena TKI yang diberangkatkan sudah lebih dulu diasuransikan oleh pihak Malaysia, misalnya aturan mengenai besaran premi yang harus dibayarkan oleh TKI berdasarkan Permenakertrans RI No.7 tahun 2010 tentang asuransi TKI, besaran premi asuransi sebesar Rp.400.000,-. Di nunukan, besaran premi asuransi yang bayarkan hanya sebesar Rp.100.000 yaitu pada pra penempatan sebesar Rp.50.000 dan purna penempatan sebesar Rp.50.000 dengan alasan asuransi pada masa penempatan sebesar Rp.300.000 dilaksanakan di Malaysia.
Asuransi merupakan syarat keluarnya KTKLN (Pasal 63 ayat 1 huruf c). Jadi, jika ada TKI yang berangkat tanpa memiliki KTKLN, maka dapat ditangkap oleh polisi di pelabuhan.
Sejak moratorium berlaku tahun 2009, tidak banyak TKI yang diberangkatkan ke Malaysia. Jumlah per bulan hanya mencapai 300 orang. Tidak seperti tahun 2007 dimana Nunukan menjadi tempat penyeberangan TKI dari seluruh Indonesia dan jumlah TKI yang berangkat bisa mencapai puluhan ribu orang.
Di Nunukan, lama waktu pencairan klaim asuransi di Nunukan tidak dapat dipastikan. Pencairan klaim asuransi yang ada tahun 2011, klaim asuransi TKI yang meninggal dunia sudah dapat dicairkan dalam waktu 2 (dua) minggu sebesar Rp.75 juta (besaran klaim tersebut telah sesuai Permenakertras No.1 tahun 2012 tentang asuransi TKI). Bagi TKI yang tidak dilindungi oleh asuransi, maka akan diberikan oleh perusahaan di Malaysia. Dalam penjelasan Pasal 13 ayat (1) huruf c UU No.39 Tahun 2004, sebenarnya bagi TKI yang tidak dilindungi oleh asuransi dimungkinkan kepada TKI tersebut untuk diberikan klaim asuransi oleh PPTKIS melalui uang jaminan dalam bentuk deposito yang ditransfer ke bank pemerintah sebesar Rp.500.000.000,- (limaratus juta rupiah).
Menurut Permenakertrans No.1 tahun 2012 tentang asuransi TKI, kewenangan untuk menyelesaikan masalah klaim asuransi yang diajukan oleh TKI berada ditangan kemenakertrans.
Usul:
Ke depan, BP3TKI baiknya diberikan kewenangannya kembali/diberikan peran dalam rangka menyelesaikan masalah klaim asuransi yang diajukan oleh TKI dan PPTKIS. Karena sejak tahun 2010, kewenangan untuk menangani persoalan asuransi TKI diserahkan ke Kemenakertrans RI.
Kantor cabang Konsorsium asuransi TKI tidak memiliki kewenangan untuk dapat menyelesaikan pencairan asuransi TKI. Selama ini, kantor cabang menyerahkan penyelesaian masalah pencairan asuransi tersebut ke kantor pusat di Jakarta sehingga sehingga seandainya kantor cabang diberikan kewenangan, maka TKI yang mengalami sakit sebelum diberangkatkan, kantor cabang dapat bekerja sama dengan klinik kesehatan atau RS jika terjadi komplain dari TKI.
Usul:
Agar kantor cabang diberikan kewenangan untuk mengambil keputusan untuk menyelesaikan masalah TKI.
Pemeriksaan kesehatan TKI :
Selama ini PPTKIS di Nunukan tidak melakukan pemeriksaan kesehatan TKI karena:
Pemeriksaan kesehatan TKI menjadi 2 (dua) kali, yaitu di Indonesia dan Malaysia,
Biaya pemeriksaan kesehatan menjadi 2 (dua) kali (menjadi beban bagi TKI), dan
Belum tersedianya sarana kesehatan di nunukan.
RSUD Nunukan sudah ditunjuk resmi sebagai RS pemeriksaan kesehatan TKI sejak tahun 2012 Untuk tenaga ahli patologi klinik yang selama ini blm ada, akan di bantu oleh ahli patologi klinik dari provinsi.
Kedepan, pemeriksaan kesehatan TKI yang dilaksanakan oleh sarana kesehatan/ RS Nunukan sepanjang di tunjuk pemerintah, tidak perlu lagi diperiksa ulang oleh pemerintah malaysia. Ini sesuai dengan hasil kesepakatan pertemuan antara Pemda Kabupaten Nunukan dengan Growarisan yaitu sebuah badan usaha kesehatan di Tawau Malaysia. Pembahasan tersebut juga melibatkan instansi terkait seperti Dinkes, RSUD Nunukan dan BP3TKI Nunukan mengenai rencana pemusatan pemeriksaan kesehatan untuk para TKI yang akan bekerja di wilayah Sabah-Malaysia.
Hasil pemeriksaan dari RS nunukan akan dijadikan sebagai dasar untuk menunjukan sertifikat sehat yang akan disampaikan ke imigrasi untuk mengeluarkan visa kerja bagi TKI.
Pertemuan dengan Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Nunukan
Dalam pertemuan ini, kepala Dinas Sosial, tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Nunukan menyampaikan beberapa hal untuk menjadi masukan kepada anggota Panja Konsorsium Asuransi Komisi IX DPR RI, yaitu:
TKI asal Nunukan yang bekerja di Malaysia sebagian besar merupakan TKI formal yang bekerja di perusahaan, perkebunan. PPTKIS di Kabupaten Nunukan tidak memproses TKI yang bekerja pada sektor rumah tangga. Jikapun ada, mereka merupakan TKI yang ikut keluarganya di Malaysia kemudian mencari pekerjaan di sana. Ketiadaan TKI sektor informal yang diberangkatkan melalui Nunukan karena di Nunukan tidak memiliki sarana, tidak memiliki lembaga uji keterampilan dan tidak ada BLK.
Sejak tahun 2008 sampai sekarang, tidak banyak TKI bekerja melalui Nunukan ke Malaysia, berbeda dengan 2007, dalam setahun, TKI yang bekerja ke Malaysia melalui Nunukan bisa mencapai 160.000 TKI. Pada tahun 2011, PPTKIS hanya menempatkan 845 TKI, dan 2012, hanya 173 orang yang ditempatkan ke Malaysia. Menurut data BP3TKI Nunukan, jumlah TKI sampai Juni 2012 baru 6.421 orang TKI yang ditempatkan.
Ada kebijakan baru yang diberlakukan sejak tahun 2008 dimana TKI yang akan bekerja ke Malaysia tidak perlu mengurus penyelesaian dokumen di Nunukan karena sudah diselesaikan di KJRI dibagian Sabah Malaysia.
Hingga saat ini, masih ada perbedaan pendataan jumlah TKI baik yang berangkat dan kembali dari Malaysia serta serta ketiadaan koordinasi antar provinsi. Oleh sebab itu perlu dilakukan peninjauan kembali dalam proses pemberangkatan TKI.
Pertemuan dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan
Dalam pertemuan ini, kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Nunukan menyampaikan beberapa hal untuk menjadi masukan kepada anggota Panja Konsorsium Asuransi Komisi IX DPR RI, yaitu:
Selama ini, dinkes nunukan tidak dilibatkan dalam Kegiatan pemeriksaan kesehatan TKI. Prosedur dan mekanisme pemeriksaan kesehatan TKI di nunukan baru dilaksanakan 2012.
Tidak dilibatkannya dinkes Nunukan tersebut karena selama ini dinkes belum pernah ditunjuk sebagai sarana kesehatan pemeriksaan kesehatan. Sementara berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1028/MENKES/SK/VII/2010 tentang Pendelegasian kewenangan Penetapan Sarana Pelayanan Pemeriksaan Kesehatan Calon TKI yang akan bekerja ke Luar Negeri, dimana pendelegasian kewenangan penetapan sarana pelayanan pemeriksaan kesehatan CTKI tersebut diberikan kepada Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik atas nama Menteri Kesehatan.
Selama ini sejak tahun 2002, Dinkes Nunukan hanya dilibatkan untuk melayani TKI yang di deportasi dari Malaysia saja, tidak diikutsertakan dalam menangani pemeriksaan kesehatan TKI. Alasan tidak terlibatnya RS nunukan dalam pemeriksaan kesehatan TKI yang akan bekerja ke luar negeri adalah karena nunukan masih kekurangan dokter spesialis patologi klinik sehingga belum memenuhi syarat/standar minimal untuk ditunjuk sebagai sarana pemeriksaan kesehatan bagi TKI sesuai Pasal 5 ayat (4) huruf b Peraturan Presiden (Perpres) No.64 tahun 2011 tentang Pemeriksaan Kesehatan dan Psikologi Calon TKI. Saat ini, kekurangan dokter spesialis tersebut akan didatangkan dari RS Samarinda.
Sebelum ditunjuk sebagai sarana pemeriksaan kesehatan TKI tersebut, pemberian sertifikat kesehatan menjadi kewenangan dari BP3TKI. ke depan, bila TKI dinyatakan fit, maka dinkes nunukan akan berkoordinasi dengan BP3TKI yang di tandatangani oleh bagian penyakit dalam.
Ke depan, bila dinkes nunukan diberi wewenang untuk melakukan pemeriksaan kesehatan bagi TKI yang akan berangkat ke Malaysia, maka dinkes akan lebih selektif untuk masalah radiologi, penyakit dalam dan patologi klinik.
Temuan Lapangan :
Kantor cabang Konsorsium Paladin di Nunukan hanya bertugas untuk mengumpulkan premi asuransi TKI, tanpa memiliki kewenangan untuk menyelesaikan masalah asuransi TKI.
Menurut peraturan perundangan, perwada/kantor cabang PPTKIS tidak dapat menempatkan TKI. Namun di lapangan, kantor cabang PPTKIS melakukan kegiatan penempatan TKI ke luar negeri.
Tidak adanya kejelasan lamanya waktu pencairan klaim asuransi di Nunukan. Sementara menurut Pasal 26 ayat (5) Permenakertrans No.7 Tahun 2010 tentang asuransi TKI, santunan atas klaim yang diajukan wajib dibayar oleh konsorsium asuransi TKI selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja. Bagi Konsorsium yang melanggar ketentuan tersebut, akan diberikan skorsing oleh Dirjen untuk jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari. (sesuai Pasal 37 ayat (2) dan (3) Permenakertrans No.7 Tahun 2010 tentang asuransi TKI).
Kasus TKI yang dideportasi oleh Malaysia kebanyakan karena kasus TB Paru.
Selama ini, Dinkes nunukan tidak pernah mengeluarkan sertifikat kesehatan. Yang mengeluarkan adalah BP3TKI Nunukan, karena dinkes tidak pernah ditunjuk oleh pemerintah pusat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan TKI. ke depan, dinkes akan berkoordinasi dengan BP3TKI terkait sertifikat kesehatan TKI.
BP3TKI Kabupaten Nunukan memiliki peran yang sangat besar terkait pengurusan pencairan asuransi TKI. Hal ini tidak sesuai dengan Permenakertrans No.07 Tahun 2010 tentang asuransi TKI yang sama sekali tidak ada menyinggung peran BNP2TKI.
PROVINSI JAWA TIMUR
Hasil Pertemuan dengan pihak terkait
Pertemuan dengan Gubernur Provinsi Jawa Timur :
Temuan-temuan yang diperoleh antara lain:
Setiap TKI yang diberangkatkan telah memperoleh sertifikasi dari LSP atau BNSP sehingga diberikan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN).
Dinas Ketenagakerjaan Kab/Kota di Provinsi Jawa Timur telah menerbitkan rekomendasi kepada setiap TKI yang akan diberangkatkan ke luar negeri namun data klaim asuransi tidak diberikan oleh konsorsium asuransi. Hal ini disebabkan kantor konsorsium asuransi hanya berlokasi di Ibukota Provinsi Jawa Timur.
Data Peserta Asuransi :
terdapat perbedaan data peserta asuransi antara Konsorsium Asuransi, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI dan BNP2TKI. Perbedaan tersebut, terlihat dari jumah klaim yang seharusnya dibayarkan oleh Konsorsium Asuransi TKI dan jumlah TKI yang seharusnya menerima asuransi,
Jumlah peserta asuransi yang mengajukan klaim belum dibayarkan Konsorsium Asuransi. Lebih dari 50% klaim selama 2010 dan 2011.
Hasil Kunjungan Lapangan di Kantor Konsorsium Asuransi
Temuan-temuan yang diperoleh antara lain:
Kantor Perwakilan
Konsorsium Asuransi telah membentuk kantor perwakilan hampir di setiap daerah, sebagaimana amanat Permenakertrans RI NOMOR PER.07/MEN/V/2010 Tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, namun laporan tersebut tidak disampaikan kepada Dinas Tenaga Kerja di Daerah. ditemukan bahwa:
seluruh Dinas Tenaga Kerja di Provinsi Jawa Timur tidak menerima laporan dari konsorsium asuransi sebagaimana diwajibkan dalam peraturan menteri tersebut diatas,
kantor perwakilan yang dibentuk Konsorsium Asuransi, tidak memiliki representasi ditingkatan pemerintahan. Kantor konsorsium asuransi di Surabaya tidak mewakili provinsi Jawa Timur. Kantor perwakilan tersebut tidak dapat diakses oleh TKI dari kabupaten/kota lain di Provinsi Jawa Timur,
kantor perwakilan konsorsium asuransi Surabaya bersifat tidak permanen. Konsorsium asuransi menyewa lokasi di lingkungan dinas tenaga kerja Kota Surabaya, padahal fungsinya sebagai kantor utama. Hal ini dikhawatirkan akan menyebabkan penyelesaian permasalahan-permasalahan asuransi TKI bersifat parsial, karena tidak menyimpan data dan informasi TKI secara komprehensif. Pada saat TKI diberangkatkan, bisa datanya hilang, dan ketika diklaim, karena kantor pindah, tidak dapat diklaim.
Kantor Perwakilan Luar Negeri
Konsorsium Asuransi tidak membentuk kantor perwakilan di luar negeri padahal sesuai ketentuan UU No. 39 tahun 2004, Konsorsium Asuransi seharusnya memiliki kantor perwakilan di luar negeri. Argumentasi Konsorsium Asuransi, tidak dizinkan oleh Kedutaan Besar/Perwakilan RI di luar negeri, menyewa tempat di lokasi Perwakilan RI tidak dapat diterima.

Timbul kesan seolah-olah konsorsium Asuransi cenderung memanfaatkan kelemahan pada UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI NOMOR PER.07/MEN/V/2010 Tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia. Pada saat menerima peserta asuransi TKI, argumentasi yang dikemukaan adalah sesuai dengan undang-undang, tujuannya untuk mempermudah penghimpunan premi asuransi, tetapi pada saat pembayaran klaim, banyak penolakan yang dilakukan dengan argumentasi, bahwa sesuai dengan ketentuan Permenakertrans, klaim asuransi hanya dapat diberikan apabila memenuhi unsur skill, fit dan lolos test psikologi.
Timbul kesan, seolah-olah pada saat menghimpun iuran asuransi dari TKI, sifatnya wajib, atas dasar perintah undang-undang, tetapi pada saat klaim diajukan, pemenuhannya tidak serta merta langsung dipenuhi, tetapi didasarkan Peraturan Menteri Nomor: PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, perlu diklarifikasi sebab terjadinya klaim. Jika disebabkan karena medikal, atau keahlian atau psikologis dan atau keinginan sendiri, maka ditolak.
Dalam Kunjungan Kerja ini, berdasarkan data tahun 2012 ditemukan 147 klaim TKI ditolak dengan berbagai alasan, 26 klaim masih dalam verifikasi, dan 309 klaim telah dipenuhi atau disetujui dan dibayarkan.

IV.KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
KESIMPULAN ;
Penyelenggaraan asuransi TKI yang dilakukan konsorsium asuransi belum mampu memenuhi perlindungan asuransi TKI sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor PER.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia.
Dengan kata lain, konsorsum asuransi TKI telah “gagal” menjalankan tugasnya sebagai penyelenggara asuransi dalam memberikan jaminan perlindungan terhadap TKI yang bekerja di luar negeri atas resiko yang timbul sejak pra, masa dan pasca penempatan.
Fasilitas, sarana dan prasarana, serta dukungan sistem, prosedur, dan mekanisme yang dimiliki oleh konsorsium asuransi belum mampu memberikan perlindungan asuransi yang optimal kepada Tenaga Kerja Indonesia.

REKOMENDASI

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI dan BNP2TKI harus berkoordinasi dan kerja sama secara sinergis dalam menangani masalah-masalah TKI sejak pra penempatan, masa dan pasca penempatan, sehingga secara cepat dan tepat dapat mendeteksi masalah dan penanganannya. Juga kesimpangsiuran data TKI tidak terjadi kembali.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI dan BNP2TKI harus mengawasi dengan seksama klinik-klinik pemeriksaan kesehatan calon TKI sehingga hasil pemeriksaan tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan agar tidak terjadi kasus TKI yang unfit, dan kondisi psikis yang tidak sehat.
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI harus memberikan sanksi administrasi ataupun pencabutan penunjukan sebagai penyelenggara asuransi TKI sesuai Permenakertrans No.07/MEN/V/2010 tentang Asuransi TKI.
Secepatnya dilakukan AUDIT terhadap dana yang dihimpun Konsorsium Asuransi TKI dan segera menyelesaikan klaim yang menjadi hak TKI sebagaimana mestinya menurut ketentuan yang berlaku.
Karena kegagalan penyelenggaraan asuransi dalam memberikan jaminan perlindungan TKI atas resiko yang timbul sejak pra, masa dan pasca penempatan sesuai UU No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, maka Konsorsium Asuransi TKI dan Pialang Asuransi HARUS DIBUBARKAN.
Menyerahkan penyelenggaraan asuransi TKI kepada konsorsium asuransi dan pialang asuransi YANG BARU yang lebih berkompeten untuk lebih mempermudah pengawasan dan campur tangan negara dalam melindungi TKI.
Jangka waktu pergantian konsorsium asuransi dan pialang asuransi yang baru diberikan waktu paling lambat 3 (tiga) bulan.

V.PENUTUP
Demikian laporan Panja Konsorsium Asuransi Komisi IX DPR RI. Laporan ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan instansi terkait lainnya dalam upaya untuk meningkatkan dan menyempurnakan pelaksanaan program asuransi TKI.
Atas segala bantuan dan kerjasama yang baik dari Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan TKI Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Kepala BNP2TKI, dan pihak-pihak yang terkait yang telah membantu menyampaikan persoalan dan data terkait Asuransi TKI ke Komisi IX DPR RI, kami ucapkan terimakasih.

Jakarta, Desember 2012
Ketua Panja Konsorsium Asuransi
Komisi IX DPR RI,

Drs. H. IRGAN CHAIRUL MAHFIZ, MSi

2 comments

Tinggalkan Balasan ke Banten III (Kab & Kota Tangerang, Tangerang Selatan) – Litsus Caleg 2019Batalkan balasan