Krisis Amnesti para pekerja bervisa kadaluarsa/ tak berdokumen (overstayers) nampaknya tidak akan menjadi suatu masalah yang terselesaikan dengan hanya tertanganinya proses pembaruan dokumen para overstayers ini.
Kebijakan yang diberikan oleh Kerajaan Arab Saudi berupa pemutihan status para TKI overstay telah menjadi perhatian dunia akibat terjadinya kisruh yang berupa pembakaran di KJRI Jeddah yang memakan korban jiwa bulan Juni lalu. Hal ini diakibatkan demikian membludaknya para TKI overstay yang ingin mengurus dokumen dan sangat minimnya pelayanan. Pemerintah RI pusat pun jadi harus turun tangan untuk menanggulangi masalah ini. Proses pemutihan ini memang telah diperpanjang limit waktunya dari bulan Juli yang lalu menjadi bulan November mendatang.
Namun Pemerintah RI nampaknya tidak akan dapat bernafas lega begitu saja. Adapun beberapa catatan berikut ini perlu menjadi khusus bagi Pemerintah:
1. Pemerintah RI tidak menanggung biaya bagi Para TKI Overstay yang berkehendak untuk pulang ke tanah air. Informasi yang saya dapatkan dari Kemlu ada sekitar 20 persen Para TKI Overstay yang mengurus dokumen di KBRI/KJRI ini ingin pulang ke Indonesia.
2. Kebijakan Pemerintah pada poin 2 di atas jelas akan memicu pilihan bagi para TKI Overstay untuk kemudian tetap bekerja di Arab Saudi. Karena mereka berpikir untuk mengumpulkan uang terlebih dahulu untuk biaya pulang mereka.
3. Khusus bagi para TKI Perempuan (TKW), secara hukum Syariah di Arab Saudi para wanita itu jika bepergian wajib didampingi oleh Muhrim lelakinya, apabila tidak demikian maka secara persepsi hukum syariah dan tatanan yang ada di kalangan masyarakat Saudi status para wanita ini adalah ilegal. Hal ini menjadikan para TKW sangat rentan terekspos terhadap berbagai masalah yang kerap kita dengar dan saksikan terjadi pada para TKW. Hal ini akan membuat sangat sulitnya perlindungan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah RI terhadap para TKW di Saudi Arabia.
4. Bagi para TKI Overstay yang sudah mendapatkan dokumen, dengan status baru mereka yang “legal”, mereka akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan kembali. Gaji mereka pun akan senantiasa lebih besar daripada para TKI yang datang ke Saudi Arabia secara prosedural. Mengapa demikian? Karena mereka tidak mendapatkan potongan ini itu yang terjadi akibat biaya penempatan mereka secara prosedural.
5. Poin 4 di atas menunjukkan bahwa akan terjadi disparitas pendapatan dari Para TKI Overstay yang mendapat pemutihan dan para TKI yang datang secara prosedural. Hal ini jelas berpotensi terjadinya semakin banyak TKI yang dengan sengaja membuat dirinya “overstay”. Ini akan menjadi suatu dilema perlindungan baru bagi Pemerintah RI jika kemudian Kerajaan Arab Saudi tidak memberikan kebijakan pemutihan kembali di masa yang akan datang. Untuk catatan saja, hukuman bagi para pendatang ilegal itu adalah kurungan 8 tahun dalam penjara.
Beberapa catatan di atas harus menjadi fokus pertimbangan Pemerintah RI dalam menyelesaikan masalah TKI secara umum dan masalah TKI tujuan Timur Tengah secara khusus. Karena kelima catatan di atas tersebut jelas berpotensi menjadi bom waktu yang akan senantiasa meledak menjadi masalah nasional di kemudian hari.
Saya hanya dapat berdoa mudah-mudahan saya salah sehingga bom waktu sebagaimana catatan di atas tidak meledak kemudian hari. Karena pengawasan dari Komisi IX DPR RI pun tidak dapat dilakukan secara maksimal dikarenakan tidak adanya anggaran pengawasan untuk hal ini.