Jangan heran, sebetapa hebatnya aksi pemberantasan korupsi dan penegakan hukum di Indonesia, dalam waktu dekat ini akan mengalami anti klimaks. Mengapa demikian? Karena memang isu yang akan saya bahas ini tidak semenarik isu-isu yang berkembang seperti revisi UU Tipikor yang kemudian menarik minat dan perhatian aktifis anti korupsi serta media untuk kemudian menyorotnya secara tajam.
Jika anda yang pernah membaca tentang RUU Kesehatan Jiwa yang diinisiasi oleh Komisi 9 DPR RI, dan juga membaca ulasan dan kekhawatiran saya selama ini yang sampai saat ini tetap konsisten untuk menolak RUU tersebut.
RUU Kesehatan Jiwa ini memberikan peluang bagi siapa pun yang terjerat masalah hukum, termasuk tindak pidana korupsi untuk dapat menghindar dari tuntutan hukum.
Gerakan melawan lupa para aktifis anti korsupsi pun akan kemudian teranihilisi dengan disahkan RUU ini menjadi UU.
RUU Kesehatan jiwa ini akan kemudian memberikan wewenang besar kepada dokter ahli jiwa, psikiater atau psikolog untuk menentukan seseorang itu terganggu atau sakit jiwanya.
Yang menjadi permasalahan adalah, kembali kepada integritas para ahli kejiwaan ini, dan komunitas profesi yang mewadahi para ahli kejiwaan ini. Jika kemudian mereka mudah dibeli opininya. Maka siapa pun yang terjerat hukum dan mengalami sakit jiwa maka dia akan terbebas dari ancaman hukuman, namun harus menjalani terapi kejiwaan.
Jika Anda pernah menonton film komedi berjudul “Analyze This” dan “Analyze That” yang dibintangi oleh Robert De Niro dan Billy Crystal, maka Anda akan cepat mengerti apa yang saya maksud sehubungan dengan hal ini.
RUU Kesehatan Jiwa ini pun memberikan beban besar bagi Pemerintah untuk memenuhi ketersediaan farmasi di seluruh Indonesia sehubungan dengan masalah kesehatan jiwa ini. Jangan heran jika kemudian ada pihak produsen/pengusaha obat-obatan untuk gangguan kejiwaan menjadi kaya mendadak dengan disahkannya RUU ini.
RUU ini sudah selesai melalui proses harmonisasi di Badan Legislasi yang kemudian akan dibahas lebih lanjut dengan Pemerintah.
Perlu saya ingatkan kembali, bahwa amanat UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, sebenarnya telah mengatur tentang Kesehatan Jiwa. UU Kesehatan ini mengamanatkan untuk segera dibentuk PP yang mengatur tentang Kesehatan Jiwa, yang sampai saat ini tidak juga dibuat oleh Pemerintah.
Saya konsisten dengan pendapat saya sebelumnya, bahwa isu tentang Kesehatan Jiwa ini cukup dibuat PP nya saja yang tidak bisa melewati kewenangan UU lainnya seperti mengenai Tindak Pidana dan Tipikor.
Gelagat yang saya baca nampak ada sekelompok orang yang bukan saja memancing di air keruh, tapi bahkan menyelam dan minum di air keruh.