Perdagangan Manusia Indonesia: Darurat!

Temuan di bawah ini didasarkan pada 97 wawancara mendalam yang dilakukan di Indonesia dan Hong Kong (dari Mei 2012 hingga Maret 2013) dengan para pekerja migran baru yang memiliki masalah selama proses migrasi, serta wawancara dengan agen perekrutan dan departemen pemerintah terkait di kedua wilayah.
Temuan Amnesty International ini juga dibandingkan dengan data survei yang dikumpulkan oleh Serikat Buruh Migran Indonesia (IMWU-Indonesian Migrant Workers Union) antara Juli dan September 2011 dengan sampel acak dari 930 buruh migran Indonesia yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga (prt).

Amnesty International menemukan bahwa:

1. Rekrutmen dan lembaga penempatan, di Indonesia dan Hong Kong masing-masing, secara rutin terlibat dalam perdagangan pekerja rumah tangga migran dan eksploitasi mereka dalam kondisi kerja paksa, karena mereka menggunakan penipuan dan pemaksaan untuk merekrut buruh migran Indonesia dan memaksa mereka untuk bekerja dalam situasi yang melanggar hak asasi manusia dan hak ketenagakerjaan mereka. Mekanisme utama pemaksaan yang diterapkan di Indonesia dan Hong Kong adalah penyitaan dokumen identitas, pembatasan kebebasan bergerak dan manipulasi dari hutang yang timbul melalui biaya perekrutan.

2. Pemberi kerja di Hong Kong sering memperlakukan pekerja rumah tangga migran dalam kategori pelanggaran HAM, hal ini termasuk berupa kekerasan fisik atau lisan, membatasi kebebasan bergerak mereka, melarang mereka mempraktekkan iman/kepercayaan mereka (ibadah), mereka tidak membayar upah minimum, tidak memberi mereka waktu istirahat yang cukup; dan sewenang-wenang mengakhiri kontrak mereka, dan juga sering berkolusi dengan agen penempatan dalam melakukan pelanggaran tersebut.

3. Pemerintah Hong Kong dan Indonesia keduanya belum memenuhi kewajiban internasional mereka untuk mencegah dan menekan perdagangan dan penggunaan kerja paksa. Mereka telah gagal untuk memonitor, menyelidiki dan memberikan sanksi pada oknum dan organisasi yang melanggar undang-undang domestik di wilayah masing-masing. Hal di atas terkait dengan keberadaan dan perilaku agen perekrutan di Indonesia dan agen penempatan serta majikan di Hong Kong. Selain itu, kedua Pemerintah memiliki peraturan di tempat yang meningkatkan risiko pekerja rumah tangga migran menderita pelanggaran hak asasi manusia dan hak ketenagakerjaan. Ini termasuk kewajiban buruh migran untuk ditempatkan melalui agen perekrutan pemerintah yang terdaftar di Indonesia, dan pengenaan peraturan “persyaratan dua minggu tinggal di dalam Hong Kong”. Apabila dalam dua minggu tidak mendapatkan sponsor maka dikategorikan sebagai pendatang ilegal.

Fakta-fakta di atas yang memicu keberadaan perdagangan manusia antara Indonesia – Hong Kong. Keberadaan tersebut dielaborasi melalui laporan setebal 146 halaman.

Rawannya aktifitas perdagangan manusia ini sudah mencapai titik nadir. Kategori “darurat” sudah sangat tepat menjadi stempel situasi seperti ini.

Jika temuan Amnesty International hanya dalam ruang lingkup Indonesia-Hong Kong saja, fakta-fakta lain menunjukan telah semakin mengglobalnya jaringan perdagangan manusia ini.

Indonesia sendiri masih sangat terbelakang dalam konteks terciptanya kebijakan perlindungan terhadap buruh migran. Apalagi dalam konteks memerangi perdagangan manusia.

Program perlindungan buruh migran pun tidak terjadi secara menyeluruh dan masih rentan dengan berbagai komersialisasi dan eksploitasi.

Permasalahan di atas jelas merupakan PR besar bagi Timwas TKI DPR untuk mengidentifikasi langkah-langkah kongkrit dalam melindungi buruh migran untuk tidak menjadi korban perdagangan manusia.

One comment

  1. PERBUDAKAN & PERDAGANGAN ORANG (HUMAN TRAFFICKING) AKAN TERUS TERJADI DI LAUT JIKA TIDAK SEGERA DI UNGKAP (SISTEMATIK).

    TKI PELAUT (ABK PENANGKAP IKAN).

    Total korban 203 orang dari 2 agency. diantaranya, 163 orang direkrut oleh PT.KARLWEI MULTI GLOBAL (KARLTIGO) dan 40 orang dari PT.BAHANA SAMUDERA ATLANTIK.

    Semuanya gajinya belum dibayar walau sudah bekerja selama 2-4 Tahun Tergantung perjanjian kerja laut (PKL).

    Dalam PKL tertulis gaji diterima diatas kapal ketika sandar. tapi, prakteknya kita tidak pernah di ajak sandar atau dipindah – pindah kapal terus.

    Dan juga Dalam PKL tertulis potongan $100/bulan selama 1 tahun untuk jaminan. jadi jika kami dikapal disiksa,diperbudak,dieksploitasi atau tidak betah kita tidak bisa/berani pulang karena PT.KARLTIGO mengancam kalau kami belum ada 1 tahun bekerja dan minta pulang/dipulangkan maka kita akan dikenakan denda 20 juta dan jaminan akan hangus.
    Gaji $150 – $180/bulan + iming-iming bonus yang melebihi gaji setiap bulannya.
    kami tak menyangka akan dipekerjakan selama 20 jam/hari tanpa libur,harus bekerja walau sedang sakit,kekerasan sering kami terima dari kapten kapal,makanan tidak layak,tidak bisa berkomunikasi dengan keluarga di indonesia dan tidak pernah kedarat/sandar.

Tinggalkan Balasan