BPJS: Hadiah Kejutan Tahun Baru Dari Presiden?

    Catatan Kritis Fraksi Partai Golkar terhadap Implementasi SJSN/BPJS

bpjs kesehatan

Keseriusan pemerintah dalam menjalankan Jaminan Sosial Kesehatan Nasional (JSKN) nampak sangat terasa dengan mobilisasi program sosialisasi melalui berbagai media yang ada. Iklan-iklan yang dimunculkan nampak memberikan wajah yang sangat menjanjikan. Tentu sosialisasi seperti ini menstimulasi minat dan peran serta masyarakat dalam program ini. Namun demikian, dalam konteks hak pengawasan yang dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Fraksi Partai Golkar memberikan catatan dalam hak implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional ini.
1. Besaran iuran Rp 19.225,- yang merupakan bantuan pemerintah bagi 86,4 juta orang tidak mampu (PBI: Penerima Bantuan Iuran) dinilai tidak akan memberikan insentif yang cukup bagi kesejahteraan para dokter dan tenaga kesehatan lainnya, yang dapat berakibat pada rendahnya mutu pelayanan. Kami sempat membintangi anggaran tersebut. Namun setelah mendapatkan komitmen dari Kementerian Kesehatan dan Kementerian Keuangan bahwa pada kwartal pertama akan ada evaluasi, sehingga besaran PBI pun dapat dinaikkan per kapitasinya, maka bintang pun kami cabut. Padahal, angka Rp 19.225,- tidak jelas basis perhitungan akuarialnya.
2. Pemerintah hanya menargetkan untuk mengcover 111 jutaan penduduk Indonesia pada tahun 2014, dimana 86,4 juta adalah masyarakat miskin dan sisanya adalah yang membayar iuran. Pemerintah nampak tidak memperhitungkan terjadinya lonjakan peserta Jaminan Sosial Kesehatan Nasional ini. Apabila akibat stimulasi daya tarik peminta tinggi dengan intensifnya sosialisasi seperti yang dijelaskan di atas, maka sangat dikhawatirkan akan terjadi banyaknya peserta Jaminan Sosial ini yang tidak dapat tertangani. Sementara akan ada potensi 30 jutaan fakir miskin yang tidak tertangani. Bagaimana langkah pemerintah mengatasinya???
3. Munculnya Kepmenkes No 455 tahun 2013 yang betul-betul akan mengabaikan peran Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) dan organisasi profesi kesehatan lain dalam era Jaminan Sosial Kesehatan ini menjadi suatu tanda tanya besar. Kementerian Kesehatan lebih memilih membentuk LSM baru untuk mewakili para dokter untuk bernegosiasi dengan BPJS Kesehatan. Bukankah dukungan profesi dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lainnya sangat dibutuhkan untuk suksesnya jaminan sosial ini? Dalam hal ini IDI dan PDGI secara resmi menunjukkan keberatannya.
4. Mempertanyakan mengapa Presiden baru menggelar rapat kabinet yang diperluas bersama pengurus IDI, Dirut BPJS Kesehatan setelah BPJS dilaunching? Tenaga kesehatan yang bekerja di BPJS bukan hanya dokter, namun juga Pengurus Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI). Mengapa mereka tidak dipanggil? Apakah pemerintah lupa bahwa tenaga kesehatan tersebut juga dibutuhkan dalam suksesnya penyelenggaraaan BPJS? Seharusnya stakeholders terkait dipanggil jauh-jauh hari sebelum BPJS dilaunching dan dilibatkan dalam program tersebut.
5. Terjadi bias di lapangan mengenai sosialisasi BPJS Kesehatan dikarenakan pemerintah menggunakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sebenarnya tidak sesuai dengan UU BPJS. Namanya sudah BPJS Kesehatan, kenapa Pemerintah memakai nama JKN? Seharusnya BPJS yang ditekankan, bukan JKN.
6. Belum lama ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mencabut Peraturan Presiden (Perpres) No 105/2013 tentang Pelayanan Kesehatan Paripurna kepada Menteri dan Pejabat Tertentu, dan Perpres No 106/2013 tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi Pimpinan Lembaga Negara. Kenapa Perpres tersebut dicabut? Ini menambah keyakinan Partai Golkar bahwa pemerintah tidak siap dengan BPJS. Padahal yang namanya pelayanan kesehatan itu absolut dan tidak bisa ditawar-tawar.
7. Tiap tahun penerimaan Negara dari sektor cukai rokok sekitar 100 Triliunan. Jika diasumsikan jumlah penduduk Indonesia 250,000,000, iuran per orang diambil rata-rata Rp25,000,- selama 12 bulan (1 tahun). Maka totalnya 75,000,000,000,000,- (Tujuh Puluh Lima Triliun). Dengan total angka tersebut, seharusnya dana cukai rokok sudah cukup untuk mengcover pelayanan kesehatan masyarakat.
8. Kami berharap agar pemerintah segera melakukan revisi kebijakan pada masa yang sudah semakin mendesak ini.

jkn

2 comments

  1. Bagaimana setelah JKN berlangsung selama sebulan ??? Masih kurangkah bukti bahwa memang pada dasarnya program yg dilansir menyangkut hajad hidup orang banyak (masyarakat Indonesia) ini dipaksakan ???
    InsyaALLAH kami akan mengadakan Basic Surveylance dalam hal ini, guna mendapatkan data-data lapangan ttg apapun kondisi nyata yg ada di masyarakat, PPK (Pemberi Pelayanan Kesehatan, seperti halnya Rumah Sakit dll) terhadap pemberlakuan JKN oleh BPJS yg sudah di ACC Pemerintah . We’ll try the best best we could Bang… kami sudah mulai mengkoordinasikan dengan rekan2 se-Nusantara
    Wish us luck..

Tinggalkan Balasan