Haruskah Kita Percaya Pada Wikileaks?
Oleh Dr. Poempida Hidayatulloh
Apa yang saya tulis di bawah ini tidak dalam konteks politik atau pun bermaksud mendiskreditkan atau menjustifikasi opini pihak-pihak tertentu. Namun, sebagai seorang Warga Negara Indonesia merasa terpanggil untuk dapat memberikan opini dari suatu sisi yang saya dapatkan berdasarkan pengalaman saya pribadi. Saya serahkan sepenuhnya kepada publik untuk kemudian menilai apakah segala sesuatu yang disampaikan dalam tulisan ini dapat dijadikan suatu referensi yang relevan atau pun sebaliknya.
Wikileaks adalah suatu situs yang menayangkan berbagai laporan yang berhubungan dengan terutama masalah luar negeri Amerika Serikat (AS) dalam korelasi diplomasi AS di luar negeri. Wikileaks mendapatkan berbagai macam laporan ini dengan cara melakukan “hacking” pada server-server yang menyimpan data-data yang berhubungan dengan berbagai laporan-laporan Kedutaan Besar AS di Manca Negara. Hasil “hacking” inilah yang kemudian ditampilkan pada situs wikileaks.org.
Saya tidak perlu membahas apa yang menjadi sudut pandang Pemerintah AS dalam masalah wikileaks ini. Tapi yang jelas kepentingan bagi Indonesia dalam konteks menata ketahanan Indonesia sebagai suatu Negara Kesatuan menjadi suatu konsen pribadi saya.
Seringkali berita yang dimunculkan oleh wikileaks adalah sesuatu yang bersifat kontroversial sehingga tidak dinyana lagi berkibat pada kegaduhan perhelatan politik maupun hukum di media-media domestik.
Dalam konteks Jurnalistik, memang tidak ada salahnya ketika suatu isu diangkat dan mempunyai referensi publik lainnya seperti wikileaks ini, kemudian dapat disahkan menjadi suatu produk jurnalistik. Namun demikian, perlu segenap masyarakat pahami bahwa kebenaran dari referensi yang dimunculkan harus secara jeli dan akurat dapat dipertanggungjawabkan. Yang menjadi masalah informasi yang didapatkan dari wikileaks bersumber dari informasi yang didapatkan dari pihak yang secara langsung dapat diklarifikasi keberadaannya. Artinya informasi yang dari narasumber sudah melalui beberapa proses cerita dari pihak pertama dan berlanjut sampai pada pihak yang membuat laporan. Terlebih lagi wikileaks mendapatkan informasi tersebut melalui suatu proses “hacking” yang dapat dikatakan suatu tindakan yang ilegal.
Di lain pihak saya ingin menceritakan, bahwa setiap aktifitas officer dari Kedubes AS di Manca Negara, termasuk Indonesia, harus dibuatkan laporan ke Washington sebagai obligasi kerja mereka dalam melakukan kegiatannya. Para officer ini seringkali melakukan pertemuan informal dengan berbagai figur mau pun tokoh dari berbagai sektor mulai dari tokoh politik, pemain ekonomi sampai pada birokrat dan melakukan diskusi-diskusi informal dalam konteks memahami perkembangan dan situasi di negara tersebut. Hasil-hasil dari diskusi informal inilah yang kemudian dijadikan laporan kegiatan yang dikirimkan ke Washington. Analisa saya pribadi, dalam konteks diskusi informal yang mencuat justeru lebih pada opini-opini pribadi yang banyak dikorelasikan keberadaannya dengan kejadian-kejadian aktual. Jika kemudian opini-opini pribadi seperti ini terangkat dapat dikatakan subyektifitasnya akan sangat terasa, tergantung dari posisi narasumber baik dari sudut politik, ekonomi mau pun sektor lainnya. Kepentingan subyektif narasumber dapat dipastikan lebih mewarnai opini yang terbentuk. Sebagai tanggung jawabnya, para officer yang melapor ke Washington ini harus melaporkan kegiatan mereka ini apa adanya. Sehingga opini narasumber yang subyektif pun akan terbawa dalam laporan tersebut.
Jika kemudian kita sebagai manusia yang teredukasi serta merta mempercayai suatu opini subyektif yang kemedian ditampilkan oleh wikileaks secara telanjang, maka akanlah sulit kita semua mengidentifikasi kebenaran yang seharusnya menjadi referensi kita dalam melakukan berbagai analisa dan konsepsi dalam membangun Bangsa ke depan.
Pesan yang ingin saya sampaikan adalah bahwa dalam era informasi “overloaded”, hanya orang-orang yang cerdas dalam menyaring informasi yang benar yang akan mendapatkan benefit dari informasi tersebut. Bagi mereka yang tidak melakukan pemilahan informasi akan menjadi sekedar konsumen informasi yang akan membuat dirinya terperangkap pada banyak dilematika dan konflik yang tidak perlu.