RUU Kesehatan Jiwa, Sudah Siapkah Pemerintah RI?

“Kesehatan Jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain”. Makna kesehatan jiwa mempunyai sifat-sifat yang harmonis (serasi) dan memperhatikan semua segi-segi dalam kehidupan manusia dan dalam hubungannya dengan manusia lain.

Pada tulisan sebelumnya penulis sempat menyinggung mengenai Panja RUU Kesehatan Jiwa. Kali ini penulis ingin sedikit menyinggung mengenai signifikansi dari RUU yang akan diinisiasi oleh DPR ini.

Intinya sehubungan dengan masalah “Kesehatan Jiwa”, berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Bab IX, telah menyinggung masalah tersebut, sebagai berikut:

Pasal 144
(1) Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa.
(2) Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas preventif, promotif, kuratif, rehabilitatif pasien gangguan jiwa dan masalah psikososial.
(3) Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab bersama Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat bertanggung jawab menciptakan kondisi kesehatan jiwa yang setinggi-tingginya dan menjamin ketersediaan, aksesibilitas, mutu dan pemerataan upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (2).
(5) Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk mengembangkan upaya kesehatan
jiwa berbasis masyarakat sebagai bagian dari upaya kesehatan jiwa keseluruhan, termasuk mempermudah akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan jiwa.

Pasal 145
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat menjamin upaya kesehatan jiwa secara preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk menjamin upaya kesehatan jiwa di tempat kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (3).

Pasal 146
(1) Masyarakat berhak mendapatkan informasi dan edukasi yang benar mengenai kesehatan jiwa.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menghindari pelanggaran hak asasi seseorang yang dianggap mengalami gangguan kesehatan jiwa.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban menyediakan layanan informasi dan
edukasi tentang kesehatan jiwa.

Pasal 147
(1) Upaya penyembuhan penderita gangguan kesehatan jiwa merupakan tanggung jawab
Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
(2) Upaya penyembuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berwenang dan di tempat yang tepat dengan tetap menghormati hak asasi penderita.
(3) Untuk merawat penderita gangguan kesehatan jiwa, digunakan fasilitas pelayanan kesehatan khusus yang memenuhi syarat dan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 148
(1) Penderita gangguan jiwa mempunyai hak yang sama sebagai warga negara.
(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persamaan perlakuan dalam setiap aspek kehidupan, kecuali peraturan perundang-undangan menyatakan lain.

Pasal 149
(1) Penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum wajib mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan
perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang, mengancam keselamatan dirinya dan/atau orang lain, dan/atau mengganggu ketertiban dan/atau keamanan umum.
(3) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab atas pemerataan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan jiwa dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat.
(4) Tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)termasuk pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.

Pasal 150
(1) Pemeriksaan kesehatan jiwa untuk kepentingan penegakan hukum (visum et repertum
psikiatricum) hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis kedokteran jiwa pada fasilitas pelayanan kesehatan.
(2) Penetapan status kecakapan hukum seseorang yang diduga mengalami gangguan kesehatan jiwa dilakukan oleh tim dokter yang mempunyai keahlian dan kompetensi sesuai dengan standar profesi.

Pasal 151
Ketentuan lebih lanjut mengenai upaya kesehatan jiwa diatur dengan Peraturan Pemerintah.

 
Demikianlah isi dari Bab IX UU Tentang Kesehatan dalam Konteks Kesehatan Jiwa.
 
Jika diperhatikan lebih jeli, silakan fokus kepada Pasal 151 dari Bab IX ini. 
Sudah jelas UU No 36 Tahun 2009 ini mengamanatkan untuk membentuk suatu Peraturan Pemerintah Lebih Lanjut dalam pembahasan lebih rinci segala sesuatu yang berhubungan dengan Kesehatan Jiwa.
 
Sejak disahkannya UU Tentang Kesehatan di Tahun 2009 ini sampai sekarang, tak ada satu pun Peraturan Pemerintah yang dibentuk berkaitan dengan hal yang satu ini.
Apa yang menyebabkan hal ini terjadi? Apakah Pemerintah memang tidak mengindahkan amanat dari UU Tentang Kesehatan ini? Apakah memang Pemerintah tidak melihat adanya signifikansi yang nyata tentang perlu diberlakukannya Peraturan yang lebih rinci mengenai Kesehatan Jiwa?
Padahal berbagai kasus pemasungan orang-orang yang terkena gangguan jiwa sudah menjadi isyu yang semakin mengkhawatirkan.
 
Sesuai dengan keberadaan poin-poin di atas, Penulis ingin mengangkat suatu pertanyaan sebagai berikut:
 
“Apa yang menjadi tugas DPR RI khususnya Komisi IX dalam kaitan masalah Kesehatan Jiwa ini, memaksimalkan Fungsi Pengawasan dengan menekan Pemerintah untuk membentuk Peraturan Pemerintah Tentang Kesehatan Jiwa, atau menjalankan fungsi Legislasi untuk membuat Undang-Undang baru tentang Kesehatan Jiwa?”
 
Dengan menggunakan logika berpikir yang didukung oleh Jiwa yang sehat, tentu seseorang akan menjawab bahwa jika amanat UU Tentang Kesehatan saja tidak dijalankan dengan sepenuh hati oleh Pemerintah, maka akan aneh sekali jika kemudian ada UU baru dibentuk yang kemudian akan menjadi kewajiban Pemerintah untuk menjalankannya.
Mengapa tidak kemudian fungsi pengawasan Parlemen dimaksimalkan saja untuk merealisasikan UU Tentang Kesehatan lebih jauh?
Jangan sampai energi dan waktu DPR-RI habis hanya untuk kemudian menghasilkan suatu UU yang tidak dapat diimplementasikan.

3 comments

  1. salam kenal…trims ats info,klo bisa tlg email ke saya,krn saya juga tenaga keperawatan dirsjd prov kep bangka belitung.btw klo ada penelitian dg sampel responden pasien jiwa tlg dipos y,..tq bnyk

Tinggalkan Balasan ke Fraksi Demokrat di Komisi IX menganggap PEMERINTAH TELAH GAGAL! | POEMPIDA's JOURNALBatalkan balasan